Tuesday, July 14, 2020

Behind The Scene Novel Berjudul Bapak Mertua

Kalau kamu belum baca, bahkan belum tahu novel Bapak Mertua, itu wajar sekali. Karena itu memang novel pertamaku yang ku cetak tiga puluh eksemplar dan masih tersisa beberapa buku. Artinya dari tiga puluh bukuku, belum laku semua. Bayangkan, jadi berapa orang yang memabacanya?

Sudah jangan terlalu dipikirkan pertanyaanku baru saja. Biar aku ceritakan. Tapi cerita yang ada dibalik pembuatan novelnya.
Novel Bapak Mertua

Jadi Novel Bapak Mertua itu novel bergenre roman. Yap, novel tentang cinta-cintaan. Cerita seorang bapak yang ingin ada untuk anaknya, tapi lewat menjaga menantu dan cucunya. 

Novel ini aku buat ketika baru lulus kuliah. Ingin membuktikan kepada diri sendiri bahwa aku bisa menulis novel setelah lulus dari sastra. Setelah membaca banyak novel dan belajar teori-teori sastra untuk menganalisa isi sebuah karya sastra.

Masa-masa pembuatan Bapak Mertua, masa-masa aku dekat dengan hari pernikahan. Maka, hadirlah kisah roman tentang rumah tangga. Khayalanku bagaimana sebuah rumah tangga. Jadi tidak salah kalau suamiku bilang buku ini akan menjadi buku segmental, disukai ibu-ibu rumah tangga saja.

Apalagi Bapak Mertua mengusung ibu rumah tangga yang mendedikasikan hidupnya untuk keluarga. Tidak berkarir. Ini sebenarnya aku sengaja, karena ketika novel ini ku buat, banyak sekali suara-suara kalau perempuan harus berdaya. Keberdayaan, kesetaraan menjadi sempit maknanya. Perempuan yang bebas bekerja, yang dianggap berdaya. Menurutku, perempuan-perempuan yang bisa memilih bekerja atau tidak, atas pilihan sadarnya, mereka sama-sama mendapatkan haknya. 

Bapak Mertua juga ku buat dengan mengangkat isu tentang tambang di Jember. Jika ada yang ingin menganalisa novelku, aku ingin mereka juga mencari tahu tentang adanya pertambangan. Adanya warga yang sedang berjuang menolak pertambangan. Karena pertambangan, lebih banyak dampak buruknya dari pada membawa kebaikan.

Bukankah sebuah karya memang harusnya menjadi refleksi dari jaman dimana mereka terciptakan? Beberapa teori sastra untuk menganalisa apa yang terjadi pada jaman novel dibuat.

Ada juga yang mengaitkan dengan apa yang terjadi dengan penulis. Ada satu hal yang kebetulan dalam novel dan padaku. Penggambaran anak yang tidak bisa bicara. Novel ini dibuat sebelum aku menikah, apalagi punya anak. Jadi anak dalam novel, tentunya bukan penggambaran Noam, anakku yang autis, yang sedang kami perjuangkan agar dia bisa komunikasi verbal.

Bagaimanapun proses dibaliknya, novel Bapak Mertua adalah novel fiksi.








No comments:

Post a Comment