Wednesday, May 28, 2014

Teman Kecil Tidak Kenal Resiko

Semua gambar diambil oleh Bang Korep

Waktu sudah menunjukkan dini hari ketika aku baru saja pulang dari hunting foto di alun-alun Jember. Aku bermain bersama anak-anak kecil yang tidak punya waktu batasan malam untuk bermain di rumah mereka. Kami bermain dan belajar bersama.


Jangan pernah adukan kepada orang tuaku ya, pasti mereka marah sekali kalau tahu aku bermain sampai dini hari. Di desaku jam sembilan malam adalah waktu paling malam untuk pulang sehabis bermain. Apalagi aku cewek, banyak pikiran negative yang akan mempermainkan aku diotaknya.



Awalnya aku, Acang, dan Bang Korep hanya ingin bermain dan berfoto di alun-alun. Setelah menghabiskan bakso, kami segera menjalankan niat kami. Berfoto sampai Acang mati gaya.


Tiba-tiba lima anak-anak kecil datang menghampiri kami. Melihat yang kami lakukan, dan sesekali mencuri perhatian agar ikut di foto. Kami menyambut mereka, mengajak mereka berfoto. Meski sebenarnya masih heran sekali, tengah malam sudah terlewatkan tetapi anak-anak ini masih mempunyai jadwal bermain.


"Kok belum tidur?" Tanyaku.

"Begadang mbak." Jawab salah satu diantara mereka.
"Oiya besok libur ya." Balasku, sambil masih heran ada anak main dni hari meskipun sekolah libur.
"Kamu nggak dimarahin ibuk?" Tanyaku.

Kata mereka sudah biasa. Saat yang lain sedang biasa menikmati jam istirahat, mereka masih terjaga bermain di alun-alun. Benar, kita tidak dapat menyalahkan atau membenarkan kebiasaan yang ada. Lain ladang kan lain belalang.


Kami saling meleburkan diri dengan foto. Tidak ada lagi istilah mati gaya. Capek bergaya yang ada.

"Kamu juara berapa?" Tanyaku ketika otakku terus penasaran mempermainkan mereka.

"Juara Empat." Kata Akbar, anak terkecil diantara mereka.

"Aku juara tiga mbak." Tambah anak yang duduk dibelakang Akbar saat kami bermain jungkat-jungkit satu lawan dua.



Semua permainan yang ada di playing ground mereka coba. Aku yakin mereka tidak takut resiko apapun karena mereka tidak berfikir sejauh orang dewasa. Mereka selalu melakukan yang mereka inginkan, dan buktinya mereka mendapatkan tanpa menerima resiko yang sudah ada seperti diotakku.



Teman-teman kecil memang selalu keren. Kami tidak peduli siapa yang memberi dan diberi tawa dini hari ini. Aku senang sekali berteman dengan mereka dan semoga mereka juga.



Dr. Haim Ginott bilang, "Anak-anak seperti semen basah. Apapun yang jatuh padanya akan membuat kesan (membekas)."
Dua puluh tahun lagi apa mereka ingat kalau kami pernah tertawa bersama di sini? Aku rasa, aku nanti yang sulit mengingatnya. Kecuali dua puluh tahun lagi aku mau membongkar lagi tulisan ini.




Setelah belajar 'lakukan apa yang diinginkan tanpa berfikir terlalu jauh tentang resiko', aku benar merasa lelah, lalu aku berbaring di perosotan. Mendengarkan mereka menyanyikan lagu oplosan. Saat aku mulai memejamkan mata, rasa penasaran masih bermain diotakku. Pertanyaan tentang orang tua mereka yang mempermainkanku. Wew... sepertinya aku belalang yang salah ladang, jadi aku harus segera pulang. 


"Bay...." Aku, Acang, dan Bang Korep melambaikan tangan.

"Bay...." Mereka melakukan sama seperti kami.
***

Diperjalanan mengambil motor diparkiran, Bang Korep dan Acang sedang membacaku.

"Nanti Rotan bikin tulisan apa Cang, mencari kebahagiaan?" Kata Bang Korep.
"Menciptakan kebahagiaan Bang." Balas Acang.
"Menciptakan kebahagiaan part II." Lanjut Bang Korep.

Aku hanya senyum-senyum mendengarkan mereka. Maksud mereka pasti tulisanku yang berjudul membuat kebahagiaan.Sok tahu sih! Hehehe.

Saat aku beranjak dari alun-alun, aku baru sadar kalau teman kecil mengantar kepulangan kami. Mereka kembali melambaikan tangan. Ketika aku menoleh lagi, mereka masih memperhatikan kami, mungkin sampai kami benar tidak terlihat dari pandangan mereka.

No comments:

Post a Comment