Sunday, November 16, 2014

Aku dan Ibu Sedang Bermimpi

"Aku nanti mau jadi penulis dan jurnalis."
"Cari pekerjaan yang tetap saja."
Aku punya mimpi tapi ibuku tidak menyukai mimpiku.

Aku suka menulis. Menulis menjadi salah satu hobiku, selain jalan-jalan dan belajar. Aku suka membangun karakter dalam sebuah cerita. Aku suka menuliskan cerita perjalananku. Aku juga suka belajar menulis sebuah berita. Hobiku ini membuatku bermimpi menjadi seorang penulis dan jurnalis. Aku bermimpi bekerja dengan deadline saat penerbit memintaku menulis sebuah novel. Sesuka hati memilih tempat kerja untuk duduk berjam-jam didepan laptop. Atau bekerja mencari berita disebuah tempat yang diminta redaktur. Pasti banyak tempat baru dan aku bisa bekerja sambil jalan-jalan. Hobi yang menjadi pekerjaan pasti menyenangkan.
Ini Ibuku, orang yang selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya.

Aku sering menceritakan ini kepada ibu. Sayangnya, ibuku tidak menyukai mimpiku. Kami tinggal disebuah desa di kota kecil Jember. Pemikiran orang desa, sukses adalah ketika bekerja disebuah perusahaan dan mendapat gaji pasti tiap bulan. Ibuku masih terpengaruh pemikiran ini.

Yang ibuku tahu, menulis tidak akan memberi penghasilan yang pasti. Ibuku ingin aku nanti bekerja ditempat yang bersih dengan pendapatan yang jelas. Lalu aku berfikir bahwa ibu memandang sebuah pekerjaan hanya untuk penghasilan.

Aku menjadi semakin sering bercerita tentang mimpiku. Ibu juga semakin sering memberi masukan tentang pekerjaan yang nanti lebih baik aku pilih. Pekerjaan yang tidak pernah menjadi mimpiku.
"Jadi guru saja." Saran ibuku.
"Aku tidak mau menjadi guru." Jawabku.

Aku lebih sering menceritakan lagi dan lagi mimpiku. Sampai akhirnya aku tahu kekhawatiran ibu sebenarnya tentang mimpiku. Ibu bukan khawatir aku mendapat pekerjaan dengan pendapatan yang tidak pasti. Ibu hanya tidak mau mataku rusak karena terlalu lama di depan komputer bermain dengan huruf-huruf berukuran kecil. Ibu juga takut anak perempuannya ini pergi jauh ke suatu tempat sendirian hanya untuk mencari berita.

Aku yakin semua ibu selalu mengkhawatirkan anaknya, tapi mereka juga punya hati penuh toleransi untuk sekedar melihat anaknya merasa senang. Seperti ibuku yang melarangku naik gunung karena khawatir, tapi setelah mendengarku membujuk, dia tidak akan tega melarang kesukaanku. Asalkan yang ku lakukan bukan hal negatif, pasti ibu akan mengizinkannya. Untuk mimpiku, ibu sedang mempertimbangkannya. Bahkan meski ibu tidak suka dengan mimpiku, ibu tidak melarangku menulis. Ibu tetap mengizinkanku jalan-jalan lalu menuliskannya. Ibu selalu penuh toleransi, apalagi untuk kebahagiaan anaknya meski ibu harus merelakan hatinya selalu dalam kekhawatiran.

Untuk membuat ibuku tidak lagi khawatir, aku jadi sering bercanda dengan tawar menawar mimpi.
"Apa aku jadi dosen saja ya? Jadi aku harus S2 nanti."
Ibuku hanya tersenyum.
"Aku nanti mau buka resto yang menyediakan semua makanannya terbuat dari tempe."
Ibuku tertawa, dia tahu aku hanya ingin makan tempe sepuasanya, makanan kesukaanku itu.

Ibu selalu ingin melihat anaknya mendapat yang terbaik juga bahagia. Aku tetap menulis, karena aku senang menulis. Tapi aku juga harus tetap belajar agar bisa melanjutkan kuliahku ke S2 dan menjadi seorang bu dosen. Aku nanti juga ingin tetap jalan-jalan lalu menuliskannya. Tapi juga menyisihkan uang untuk membangun resto tempeku. Aku tetap menulis dan membiarkan menulis tetap menjadi hobi yang membuatku senang. Aku sudah menceritakan ini kepada ibuku, lalu ibuku mengamininya. Aku bahagia. Ibuku juga harus bahagia karena dalam kekhawatirannya terus mendoakan agar anaknya mendapat yang terbaik dari sebuah mimpi.

8 comments:

  1. Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam Kontes Unggulan : Hati Ibu Seluas Samudera
    Segera didaftar
    Salam hangat dari Surabaya

    ReplyDelete
  2. ibu itu selalu menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. terkadang tak sesuai keinginan kita tinggal dijembatani ajah agar hubungan ibu-anak selalu harmonis.
    moga semua cita-citanya terwujud n tetap selalu bisa membahagiakan ibu ya:)

    ReplyDelete
  3. ibu.... Tak henti berharap dalam do'a ...agar anak2nya sukses.....

    ReplyDelete
  4. Mba Helvy pernah bilang gini, mau apapun profesinya, ntar harus tetap menulis, disandingkan dengan menulis, begitu katanya. Semangat Mba. Aku juga pengen jadi guru namun tetap nulis.

    Mamprlah di rumah Kata (K) ku http://nahlatulazhar-penuliscinta.blogspot.com/2014/11/mama-rahasia-di-bali-kediaman.html

    ReplyDelete
  5. Sahabat tercinta,
    Saya mengucapkan terima kasih kepada para sahabat yang telah mengikuti Kontes Unggulan Hati Ibu Seluas Samudera di BlogCamp. Setelah membaca artikel peserta saya bermaksud menerbitkan seluruh artikel peserta menjadi buku.

    Untuk melengkapi naskah buku tersebut saya mohon bantuan sahabat untuk mengirimkan profil Anda dalam bentuk narasi satu paragraf saja. Profil dapat dikirim melalui inbox di Facebook saya atau via email.
    Terima kasih.

    ReplyDelete