Ini perjalanan gila ke Kawah Ijen. Perjalanan yang keluar dari rencana dan tanpa persiapan matang. Perjalanan ini harus mempunyai banyak pelajaran yang dibawa pulang.
![]() |
| Kawah ijen |
Dari Jember kota ke kota Bondowoso ditempuh sekitar satu jam. Selanjutnya, untuk sampai di pos perijinan dari Bondowoso kota ke Kawah Ijen sekitar tiga jam. Kami, aku, Ciplek, Manong, dan mas Beringin berangkat dari kampus jam 11 siang dan sampai di Kawah Ijen jam 3 sore tepat.
Kami salah jadwal. Kami tidak tahu bahwa pendakian sudah ditutup jam dua siang. Aku dan Ciplek memutuskan menginap tanpa Manong dan mas Beringin yang harus segera kembali ke Jember. Meski harus segera kembali ke Jember, mereka tentu tidak tega meninggalkan dua cewek menunggu jadwal pendakian. Mas Beringin dan Manong menemani kami sampai jam 10 malam, hanya saja mereka tidak bisa menemani kami pendakian yang baru dibuka jam satu malam. Saat malam mulai tiba, bulan menyisakan purnama kemarin, kami membuat api unggun di samping pondok yang disediakan untuk menginap. Udara dingin membuat kami tidak bisa bergerak bebas. Kami tertidur melingkari api unggun yang mulai mati dan udara kembali dingin. Otak kami mungkin juga mulai beku. Padahal kami disediakan pondok untuk menginap, tapi malah tiduran di ruang terbuka yang jelas semakin dingin.
![]() |
| Menunggu Jawal Pendakian |
Jam sepuluh tepat. Mas Beringin dan Manong pulang, aku dan Ciplek ke warung yang berjajar buka 24 jam. Aku tidak pernah melakukan perjalanan berdua. Sebenarnya rasa was-was terus menghampiri.
Di warung kami mengisi baterai hp dan berbincang dengan beberapa orang dari Tagana. Mereka bercerita banyak kepada kami tentang standar pendakian dan beberapa gurauan. Pak Joko, salah satu dari mereka mengantar kami melihat api biru. Kami dibebaskan dari karcis masuk. Beruntung sekali, karena uang kami sudah hampir habis. Jika digunakan untuk membayar, uang kami sisa 5 ribu.
Setengah satu kami melakukan perjalanan ke api biru. Kami harus menggunakan masker. Belerang dan debu cukup untuk membuat sesak. Perjalanan baru dimulai, aku dan Ciplek mulai kelelahan. Aku tidak bisa mengatur nafas karena menggunakan masker, hari masih malam sehingga kami harus berebut oksigen dengan tumbuhan. Kami sampai di api biru setelah menempuh dua jam setengah. Setengah tiga kami bisa menikmati api biru. Namun tidak bisa lama karena gas belerang. Pak Joko yang sudah terbiasa menyelamatkan orang kini juga mulai tidak tahan dengan bau belerang dan asap yang sangat pedih dimata. Kami harus segera kembali ke puncak.
![]() |
| Menunggu Pagi |
Matahari belum terbit saat kami kembali ke puncak. Kami menunggu matahari terbit untuk melihat kawah. Udara dingin segera menghampiri saat kami berdiam diri. Sesekali kami memperhatikan bule-bule dan orang-orang yang penambang belerang. Bule bisa berkunjung kemana dia mau. Penambang masih berkutat dengan belerang yang hanya dihargai 900 rupiah /kg dan sekali angkut mereka memikul sekiar 60kg. Matahari sudah mulai tampak, kami menikmati kawah yang masih terlihat hijau lalu pulang.
![]() |
| Pemandangan Perjalanan Pulang ke Pos Perijinan |
Kami istirahat sebentar sesaat sampai kembali dipos perijinan. Kami kembali di warung tempat menunggu pendakian. Ibu warung mengijinkan kami istirahat di sini.
![]() |
| Air Terjun Blawan |
Pukul sembilan setelah tenaga cukup untuk melanjutkan perjalanan, kami melanjutkan ke air terjun Blawan. Sekitar satu jam dari Ijen. Air terjun yang cukup besar. Sebenarnya kami ingin mandi di pemandian air panas yang berdampingan dengan air terjun ini. Namun ada beberapa bule yang sudah mandi di sini. Kami membatalkan dan langsung menaiki tangga menuju air terjun. Di sini sepi sekali. Aku takut. Beruntung bule yang tadi mandi di air panas beserta pemandunya segera ke sini. Bule dari Kanada ini cukup ramah meski aku tidak bisa bicara banyak. Ciplek juga terbantu oleh pemandunya karena berkat kameranya Ciplek bisa berfoto lebih baik dari kamera Ciplek.
Kami harus pulang. Uang kami masih 7 ribu setelah digunakan membeli es teh dan membayar ke air terjun. Bensinku harus diisi untuk sampai di Bonwoso kota. Kami membeli bensin diperumahan sekitar air terjun. Harganya 7.500 sebenarnya, kami bilang bahwa uang kami tinggal tujuh ribu. Ibu penjual bensin merelakan uang 500 itu, kami mendapatkan 1 liter bensin untuk sampai ke Bondowoso kota.
Kami beruntung bertemu orang-orang yang membantu perjalanan kami. Manong dan mas Beringin yang mengantarkan kami sampai di pos perijinan dan membuatkan api unggun, Pak Joko yang mengantarkan kami ke puncak dan api biru juga membebaskan kami dari tiket masuk, Ibu warung yang menyediakan tempat untuk kami istirahat, Ibu penjual bensin yang merelakan uang 500 untuk membantu kami, dan oya, bapak dari perhutani yang memberiku tumpangan di jalanan makadam saat Ciplek tidak bisa memboncengku. Allah selalu melindungi kami. Tapi, perjalanan besok harusnya benar-benar diperhitungkan, baik waktu, biaya dan tenaga. Perjalanan yang gila dan membuat kakiku sampai hari ini terasa sakit, tapi perjalanan ini pasti menjadi salah satu perjalanan yang akan aku rindukan.





No comments:
Post a Comment