Sunday, November 8, 2015

Cerita Diantara Oktober dan November

Oktober berlalu diiringi meranumnya buah-buah jambu air. November menyapa bersama musim penghujan.

Ada cerita diantara pergantian bulan Oktober ke November. Cerita yang akan membawa cerita-cerita di bulan lainnya.

Namanya Ananda Firman Jauhari. Teman-temannya biasa memanggilnya Kernet. Aku memanggilnya mas Nanda di buku harianku. Dia akan menjadi tokoh utama dicerita ini. Dia juga sudah menjadi tokoh utama di buku harianku sejak pertengahan bulan Juni.


Akhir Oktober lalu, Mas Nanda berulang tahun. Tidak ada kue tart atau tiup lilin untuknya.

"Mas, sini aku bisikin. Selamat ulang tahun ya." Aku berbisik mengucapkan selamat ulang tahun di tengah warga yang sedang menonton bioskop, maksudku layar tancap di sebuah kampung ditengah hutan, afdeling Sumber Salak TNMB (Taman Nasional Meru Betiri).

 Dia membalas membisikkan sesuatu kepadaku yang membuat kami tersenyum.

Sinar dari layar memantul ke wajahnya yang kembali memperhatikan film yang sedang berbupatar. Jika berada di hutan seperti ini, aku selalu ingat betapa takutnya aku empat tahun lalu ketika melihat wajahnya yang sedang membentakku.

"Penakut itu tidak berguna." Bentaknya saat aku bilang takut pada gelap di hutan. 

Kalimat yang terus terngiang ketika aku merasa takut. Lalu aku selalu mencoba memberanikan diri, melawan ketakutan-ketakutanku. Bukan hanya pada gelap, tapi juga pada ketakutan-ketakutan saat menghadapi banyak hal. Kadang rasa takut masih ada, tapi aku selalu mencoba menghadapinya.

Jika sudah berlalu, waktu terasa cepat sekali berjalan. Tiba-tiba kita harus say hello kepada bulan November. Selama ini banyak hal yang mas Nanda ajarkan kepadaku lewat cerita dan momen. Belajar tentang bagaimana menjadi pemberani, tentang kebaikan dan kejujuran, tentang mengikhlaskan, tentang berbagi, dan tentang kebahagiaan.

"Kalau kehujanan, ya, hujan-hujan sekalian." Dia pernah mengajarkan ini kepadaku.

Banyak orang yang mengeluh ketika hujan datang. Hujan-hujanan adalah cara untuk menikmati hujan yang tidak bisa kita hindari, juga cara menghindar dari keluhan. 
Ketika kami menunggu hujan di belakang rumah

November ini datang bersama musim hujan. Hujan pertama di awal November jatuh dua hari yang lalu. Itu juga menjadi momen hujan-hujan pertama kami. Kita duduk di halaman belakang rumah, menunggu hujan turun dan membaui petrichor. Ketika hujan mulai lebat, kami berdoa. 

"Mas, katanya kalau hujan, doa kita bisa terkabul. Ayo berdoa." Kataku.

Hujan turun bersama rahmat-rahmat Tuhan, karena itu hujan dianggap menjadi salah satu waktu dimana doa-doa kita terkabul. Setelah berdoa, kami bermain hujan. Mas Nanda membersihkan rumput, aku memperhatikannya lewat kamera di bawah hujan lebat yang turun. Mas Nanda berjanji kami akan punya banyak momen hujan-hujan. Kami sama-sama suka hujan-hujan, kata Mas Nanda hanya itu persamaan kami. 

Momen hujan-hujan di sela-sela kesibukan kami. Mas Nanda sedang sibuk melanjutkan kuliah psikologi. Dia senang membaca garis-garis wajahku untuk sok tahu emosiku. Dia memang banyak tahu dalam hal itu, tapi dia belum tahu kalau aku penagih janji yang handal. Termasuk janji bermain hujan-hujanan lagi.


2 comments: