Saturday, December 3, 2016

Tempat Untuk Pulang

Jam menunjukkan hampir tengah malam, enam menit lagi. Biasanya, aku sudah lelap sejak pukul delapan. Malam ini ketika aku dan mas Nanda menginap di rumah mas Mungki, aku justru tidak merasakan kantuk sama sekali. Tentu bukan karena tidak pulang di rumah sendiri, karena aku telah terbiasa menginap dimana saja, di kesekretariatan SWAPENKA, rumah mbak Prit di Kalisat, rumah mas Wawan di Tembaan, kosan Leker di jalan Kalimantan, dan di Slawu rumah yang dipinjamkan seorang teman kepada mas Nanda. 
Menginap di Rumah mas Mungki

Kata pulang biasanya memang ditujukan kepada sebuah bangunan yang kita sebut rumah. Namun, sudah sejak beberapa tahun yang lalu, sejak memutuskan tidak lagi kos saat kuliah, aku menganggap semua tempat dimana aku istirahat dan ada teman bicara, disitulah aku menganggap pulang. 

Ini bukan tentang pulang ke rumah di Semboro. Ini tentang dimana aku belajar melepaskan rasa memiliki, rasa memiliki 'rumahku'. Bukan tentang kebendaannya, tapi tentang rasa aman dan nyaman dimana aku harus tinggal.

Pertama kali tempatku belajar merasa pulang adalah SWAPENKA (Mahaiswa Pencinta Kelestarian Alam) Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember. Ketika aku tinggal menempuh skripsi, ketika ibuku memintaku untuk pulang setiap hari, dan aku memutuskan pulang ke SWAPENKA saat tidak bisa pulang ke Semboro karena berbagai alasan, lelah, rapat, dan alasan dibuat-buat karena memang tak ingin ke Semboro. Tidur di karpet, kadang kotor, ramai, bau, tentu jauh dari rasa nyaman. Tapi manusia para penghuninya yang hangat, yang membuatku mengharuskan diri bahwa ketika aku di SWAPENKA adalah pulang.

Begitupun di tempat para teman, Leker, mbak Prit, mas Wawan, atau mas Mungki malam ini. Aku tak peduli kenyamanan tempat. Tapi siapa yang ada di tempat itu. Mereka memberiku tempat untuk pulang. Bonusnya, cerita sebelum tidur.

Juga tempat mengajar di Panduman. Rasa nyaman memang ku kesampingkan. Membuang rasa lebih nyaman di rumah sendiri, karena merasa punya tempat sendiri di rumah. Padahal, bukankah semua di dunia bukan benar-benar milik kita, bahkan diri kita sendiri. Lalu rasa nyaman bisa ku ciptakan sendiri di manapun aku harus merasa pulang.


No comments:

Post a Comment