Wednesday, April 5, 2017

Bigelen; Isu Penculikan Anak Sudah Ada Sejak Dahulu

Hari masih pagi, mendung menggelayuti langit dusun Sumber Candik di lereng pegunungan Argopuro wilayah Jember. Cuaca yang biasanya membuat anak-anak tidak berangkat sekolah. Namun beberapa hari yang mendung ini, bukan karena cuaca anak-anak tidak berangkat ke sd yang hampir satu jam jalan kaki untuk menempuhnya. Karena bigelen, sebutan orang-orang untuk penculik anak. Ibu-ibu melarang anaknya berangkat ke sekolah karena takut anaknya dibawa bigelen.

Farhan, Mat, dan Faldi ketika tidak masuk sekolah karena isu bigelen

Pagi adalah waktu kesukaanku dan suami jalan-jalan ke tempat warga di sekitar tempat kami mengajar di Sokola Kaki Gunung. Embun, udara segar, dan lalu-lalang orang-orang mulai beraktifitas yang membuat kami suka jalan-jalan pagi di sini. Pagi ini ketika kami jalan-jalan ke Tanian Lanjeng, sebutan untuk daerah di sekitar mushola tempat kami belajar bersama warga, terdengar sayup-sayup suara Farhan mengaji di rumahnya. Farhan masih kelas dua MI, dia juga belajar bersama kami di Sokola Kaki Gunung. Farhan dan teman-temannya memang terbiasa mengaji sesudah solat Subuh sampai waktu berangkat sekolah.

Ibu Farhan keluar rumah, menyilakan kami masuk ketika melihat kami ada di depan rumahnya. Tak lama, pak Farhan dan Farhan yang selesai mengaji juga menemui kami. Farhan masih menggunakan sarung dan songkok.

"Farhan nggak berangkat sekolah?" Tanyaku basa-basi. Farhan dan ibunya hanya tersenyum. 

"Nggak, takut bigelen itu." Jawab pak Farhan.

"Sudah saya suruh sekolah, ibunya yang takut." Lanjut pak Farhan.

Disela-sela kami ngobrol, Faldi yang rumahnya di dekat rumah Farhan datang. Dia juga tidak masuk sekolah. 

Sudah sejak beberapa minggu yang lalu, isu penculikan anak memang telah sampai di sini. Keberadaan televisi menjadi salah satu tempat orang-orang mendapatkan informasi dari luar. Meski tidak sampai melakukan penangkapan orang-orang yang dianggap penculik anak, orang-orang di sini sempat mencurigai orang yang baru mereka lihat yang datang ke wilayah mereka. Desas-desus adanya orang yang dicurigai yang membuat ibu-ibu semakin khawatir.

Sejak terdengarnya isu bigelen di sini, suamiku sudah menjelaskan bahwa itu hanya berita bohong. Tidak ada kantor polisi yang menerima laporan anak hilang, adanya malah berita dikroyoknya orang yang dicurigai sebagai penculik anak oleh warga. Pagi inipun suamiku masih mencoba meyakinkan bahwa bigelen hanyalah isu. 

Suamiku cerita kepada pak Farhan bahwa hari Jumat yang lalu ketika usai solat Jumat, ada kapolsek baru di  kecamatan Arjasa, kecamatan sebelah, yang berkenalan dengan warga dan juga memberi informasi tentang penculik anak hanyalah berita hoax, berita bohong. Pak Farhan juga sebenarnya menyadari itu hanyalah isu, karena isu bigelen ada sudah sejak pak Farhan masih anak-anak.

"Katanya kalau bigelen itu nggak punya KTP. KTPnya dirampas sama yang nyuruh nyulik anak. Sudah membuat perjanjian, kalau tidak mendapat korban, dia yang dibunuh. Jadi kalau ada orang yang dicurigai ditanya dulu KTPnya, tapi kan orang gila tidak punya KTP. Ya kalau ada orang yang dicurigai dilaporkan yang berwajib atau pak RT, jangan main hakim sendiri." Cerita pak Farhan yang entah mendapat informasi dari mana tentang penculik anak dan ketidakpunyaan KTP.

"Ditanya baik-baik ya, Pak! Dikasih minum, dikasih makan." Jawab suamiku.

Jam sudah hampir menunjukkan hampir jam tujuh. Jam orang-orang segera berangkat ke beraktifitas. Kami berpamit pulang. 

"Mbak, nanti belajar?" Tanya Farhan.

"Iya. Nggak takut bigelen kan?" Ledekku kepada Farhan.

No comments:

Post a Comment