Monday, June 12, 2017

Bab Pernikahan Dan Menjadi Calon Ibu

       Bab menjadi seorang anak tidak akan pernah berakhir. Namun kehidupan seperti buku, yang bab-babnya masih berhubungan. Masih ada bab selanjutnya, yang tak memutuskan bab sebelumnya. Ini tentang bab pernikahan dan menjadi calon ibu.
Aku dan Mas Nanda
     Ijab qabul itu mas Nanda lantunkan 17 Januari 2017. Ya, aku dan mas Nanda menikah. Seorang lelaki yang sudah empat tahun ku kenal, namun baru satu tahun setelahnya Tuhan membalikkan hati kami untuk saling membangun cinta. Dan setahun kemudian kami memutuskan membangun rumah tangga.

      Kami tidak memiliki masalah berarti selama ini, meski bukan berarti tanpa benturan. Mas Nanda lelaki yang sangat baik. Dia akan membantu siapapun, jujur, dan tak akan berbuat curang. Karena itulah aku tidak berpikir panjang untuk mengarungi rumah tangga bersamanya. 

     Yang menjadi kekhawatiranku hingga hari ini, bulan ke lima pernikahan kami, adalah apakah aku bisa menjadi istri yang baik untuk mas Nanda, bahkan itu sempat menjadi ketika menjelang hari pernikahan kami. Bisakah aku mengimbangi mas Nanda? Apa dia akan bahagia bersamaku? Bahkan, pre merid syndrom yang ku rasakan melebar hingga pada pertanyaan, bisakah aku menjadi menantu yang baik untuk orang tua mas Nanda dan menjadi saudara yang baik untuk adik-kakaknya.

    Empat tahun sebelum Tuhan membolak-balikkan hati kami, mas Nanda yang ku kenal adalah orang yang keras dan pemarah. Tentu marah jika ada orang yang salah. Dan diluar itu semua, mas Nanda adalah orang yang sangat baik dan sangat cerdas. Aku tidak akan mempermasalahkan sifat keras dan pemarah mas Nanda, karena aku tahu dia marah jika ada yang salah. 

      Pernikahan tetaplah perniakahan, dua orang yang mencoba menjadi satu. Setelah kami menikah, aku melihat sisi-sisi lain mas Nanda meski sifat keras dan pemarahnya kadang muncul. Jika dia marah, maka dia akan meledak-ledak, banyak kata yang keluar sembarangan. Namun sisi lain mas Nanda yang tidak pernah dia sendiri sadari adalah kesabarannya. Ya, setidaknya dia mencoba untuk bersabar. Maka, ketika kami mengalami benturan, aku diam-diam akan merasa bersalah. Tentu kita tidak akan sengaja membuat orang yang kita cintai marah, aku salah mengekspresikan atau menjelaskan yang sering membuat kami salah paham. Jika dia sedang meluap-luap, dengan mencoba mengeraskan hati dari kata-kata mas Nanda yang keluar, aku mencoba diam. Karena menjelaskan sesuatu saat dia meluap-luap, itu waktu yang salah. Tak lama, dia akan membaik sendiri, lalu kami kembali seperti tidak terjadi apa-apa sembari menyesali diri dan mencoba intropeksi diri. Menjadi istri yang baik tentu pelajaran baru yang harus terus ku pelajari.

      Bersama pelajaran menjadi istri yang baik, aku harus pula belajar menjadi ibu. Ya, aku sekarang menjadi calon ibu, sudah sejak satu bulan pernikahan kami. Rasa khawatir memang selalu ada. Khawatir dan senang selalu menjadi dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Kekhawatiran lama masih menjadi pelajaran, kekhawatiran baru datang. Bisakah aku menjadi ibu yang baik untuk anakku?

     "Kamu itu akan menjadi ibu, kenapa kelakuanmu tetap seperti ini?" Ini kalimat mas Nanda beberapa hari lalu saat dia meluap-luap, aku salah mengekspresikan lalu ada salah paham mengira aku hanya menuruti kata hatiku.

        Mungkin mas Nanda lupa dengan kalimat-kalimatnya ketika meluap-luap, tapi tidak denganku. Beberapa menyerap dihaati dan terus berdengung. Meski tidak akan ada kata yang tidak termaafkan. Dan itu terjadi, akan menjadi waktu yang tepat untuk melamun.

    "Kalau mas Nanda marah, itu salahku, Pak." Kataku pada mertua yang selalu mempertanyakan apakah mas Nanda sering marah, dan orang yang selalu mencoba membelaku.

   "Aku orang yang sulit menjelaskan, Pak, dan salah mengekspresikan sesuatu. Yang aku khawatirkan bukan aku tidak akan bahagia dengan sifat pemarah mas Nanda. Aku tahu dia selalu mencoba untuk bersabar. Toh, dia akan melupakan apa yang dia katakan dan kembali membaik. Yang aku khawatirkan, kehadiranku menjadi beban dan membuat mas Nanda tidak bahagia." Lanjutku.

     "Ingat! Kamu sudah berjanji, tidak ada perceraian dipernikahan kalian." Respon bapak mertua.

     "Tidak pernah ada dalam pikiranku, Pak." Jawabku.

   Tapi, percakapanku dengan mertua hanya lamunanku siang tadi. Ya, kadang kita seperti menjelaskan sesuatu pada seseorang padahal itu hanya ada dalam lamunan.
     Bab pernikahan dan menjadi calon ibu ini, baru di mulai. Pelajaran yang akan terus aku pelajari.

No comments:

Post a Comment