Paska melahirkan,
ibuku meminta agar aku istirahat penuh. Aku tidak boleh mengerjakan pekerjaan
rumah apalagi mengangkat berat. Ibu juga mewajibkanku memakai stagen agar
perutku tidak besar, agar kembali seperti sebelum melahirkan.
Aku taat memakai stagen. Perut setelah melahirkan begitu kendor sehingga rentan goyang. Goyangan itu
yang membuat perut sakit. Stagen yang terlilit diperut akan mengikat perut dan
membuatnya tidak goyang. Perutku aman dengan stagen. Ya, aku setuju menggunakan
stagen atau centhing dalam bahasa Jawa, gurita dewasa, atau korset paska
melahirkan.
Kata dukun bayi yang
memandikan bayiku selama tali pusar belum lepas, stagen juga berguna menahan
rahim. Rahim yang belum kembali pulih bisa turun, atau istilahnya turun berok.
Ketika kita melakukan aktivitas, perut juga ikut mengeluarkan tenaga untuk
menahan, seperti mengangkat beban berat. Makanya setelah melahirkan tidak boleh
mengangkat berat, untuk menjaga rahim.
Pada kelahiran anak
kedua, aku lebih mengencangkan ikatan stagen karena kami sudah mulai mandiri di
kontrakan sebelum aku benar-benar pulih. Orang-orang menyarankanku agar tidak
menggendong Noam, anak pertamaku, yang berat badannya sudah lebih dari delapan kilo.
Itu tidak mungkin, Noam yang masih berumur tujuh belas bulan tentu membutuhkanku. Aku harus
memandikan, menyuapi, menidurkan, menungguinya bermain, dan kegiatan-kegiatan
yang memang harus menggendongnya.
Juga mungkin benar,
orang setelah melahirkan tidak boleh terlalu banyak aktivitas. Aku merasakan
sendiri jika terlalu banyak aktivitas, akan terasa ngilu pada daerah jalan
lahir sampai anus. Jika terlalu banyak bergerak, perutku bisa kram.
Tapi aku tidak bisa
duduk diam dengan anak kedua dalam gendongan. Sepagi mungkin aku harus mencuci
popok, dilanjut memandikan anak-anak dan membersihkan diri, masak jika sempat
karena suamiku akan membelikan kami makan jika anak-anak tidak bisa ditinggal, mencuci piring, membersihkan
rumah, menyuapi dan menemani bermain anak pertama, menggendong bayi, mengangkat
jemuran, dan istirahat disela-sela itu.
Ya, tentu aku masih
bisa istirahat, bahkan memegang gawai. Jika lelah tak tertahan, aku akan
meminta bantuan kepada suamiku. Aku akan memejamkan mata sebentar meskipun
kadang tidak bisa terlelap karena pikiran tetap pada anak-anak yang sedang
bersama suami.
Ini memang melelahkan,
tapi aku selau meyakinkan diri bahwa hari-hari sulit selalu bisa terlewati. Aku
tinggal lebih mengencangkan lilitan stagenku, lalu kembali beraktivitas. Ini
melelahkan, tapi dengan tetap bisa beraktivitas, aku merasa merdeka.
No comments:
Post a Comment